Archive for the ‘ Pantai & Danau ’ Category

Aceh chapter II -Keindahan Bahari Titik 0 Indonesia-

Sebuah kesepatan emas datang, apalagi bagi saya penduduk pulau Jawa..saya berkesempatan untuk menginjakkan kaki di km 0 Indonesia dan menikmati keindahan alam pulau We di Aceh.

Pagi hari jam 10 setelah mendapatkan jadwal speed ke pulau We, saya berangkat memakai speed boat dari pelabuhan pantai Ulee Lheu menuju pulau We. Ternyata banyak juga penumpang yang ingin menikmati keindahan pulau We ini, meski ada juga sebagian penumpang yang memang melakukan perjalanan bisnis dari Banda Aceh ke sana.

Perjalanan memakai speed boat dari pelabuhan pantai Ulee Lheu ke pulau We memakan waktu kurang lebih 45 menit, kemudian speed boat akan merapat di pelabuhan Sabang yang tenang. Pelabuhan Sabang ini dulu pernah ramai oleh perdagangan berbagai macam produk (banyak juga sih penyelundupan alat-alat elektronik dan kendaraan bermotor yang berharga murah),  tahun1985 pelabuhan bebas ini ditiadakan dan kemudian dibuka kembali pada masa presiden Gus Dur, tetapi ditutup kembali pada tahun 2004 karena alasan konflik militer dan tsunami, meski begitu masih bisa masih terlihat sisa-sisanya dari masih banyaknya mobil-mobil yang cukup mewah di kota Sabang ini (cuman sayang, mobilnya ga bisa dibawa ke pulau Jawa..heuheuheu..).

Setelah mendarat di pelabuhan, sambutan dari para supir elf langsung menyadarkan kita akan suasana khas di terminal dimanapun di Indonesia :D, para supir langsung berebut saling menawarkan jasa transportasi menuju lokasi-lokasi wisata atau sekedar ke kota Sabangnya. Tapi jangan harap elf-elf yang tersedia disini kayak kendaraan travel di kota lain ya, karena elf disini bisa dibilang kendaraan-kendaraannya (bila kita lihat kondisi fisiknya) bobrok dan menyedihkan :D.

45 menit waktu yang dihabiskan dari pelabuhan menuju kota Sabang. Sabang merupakan kota yang tenang dan bersahaja, padahal kota ini tercatat di lagu wajib nasional dan dinyanyikan serta diingat oleh jutaan anak/orang Indonesia, “dari sabang sampai merauke….” pernah dengar lagu itu kan?? tapi kota ini layaknya kota yang cukup terpencil, tidak serta merta menjadi kota yang istimewa dan difasilitasi dengan baik, padahal, pulau ini lah yang menjadi patokan perhitungan jarak bentang negara Indonesia dan punya letak strategis yang sangat penting ini. Di kota Sabang ini kita bisa menikmati pemandangan laut yang indah dengan pulau-pulau yang terletak disekitarnya (Pulau Rubiah, Pulau klah, Pulau Seulako, dan Pulau Rondo), juga ada beberapa pelabuhan yang cukup besar sebagai sisa-sisa ramainya denyut perekonomian Sabang beberapa waktu kebelakang.

Setelah beristirahat sejenak di kota Sabang, perjalanan dilanjutkan menuju tugu titik KM 0 Indonesia (5 derajat LU dan 95 derajat BT), perjalanan menuju titik KM 0 itu ternyata menembus daerah pedalaman hutan yang masih asli. Setelah menempuh 2 jam perjalanan melewati jalan kecil (meski bagus) yang berkelok-kelok akhirnya sampai juga lah pada tujuan, yaitu tugu titik KM 0 Indonesia. Tugu ini menjadi sebuah simbol yang cukup heroik sebagai perwakilan kedaulatan sebuah bangsa. tidak heran bila sering diekspos di media atau diceritakan orang-orang, banyak orang terutama komunitas-komunitas yang mengunjungi tugu ini dan membuat deklarasi yang berhubungan dengan heroisme, nasionalisme atau persatuan. Bisa dilihat dari banyaknya prasasti komunitas-komunitas tersebut ditanamkan disekitar tugu Km 0 ini. Vandalisme???? jangan tanya, kita bicara Indoneisa yang mempunyai jiwa eksis dan narsis yang tinggi, jadi jangan heran bila coretan pylox dan spidol bertebaran di sekitar tugu, bahkan di tugunya itu sendiri…yah klasik lah…”xxxxxx was here…” atau “xxxxx love xxxxx”hehehe…sedih ya…udah ga kreatif, ngerusak lagi, rusak jadinya kebanggaan sebuah heroisme itu akibat tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Apalagi kalau dilihat oleh wisatawan asing, malu jadinya.

Kondisi tugu itu sendiri pun sebenernya cukup menyedihkan juga, selain jelas terlihat tidak terawat, vandalisme dimana-mana, kotor, malah ada beberapa bagian bangunan tugu itu yang telah hilang. Padahal tugu ini masih dikelilingi hutan dan berada di tepi jurang yang langsung ke pantai berkarang yang langsung menghadap Samudera Hindia. Entah kenapa kok tugu sepenting ini bisa sampai berantakan gini ya? Kalo memang pemerintah merasa tugu ini tidak penting, kenapa ga dikasih aja ke negara tetangga? pasti dijamin bakal beda kondisinya…hehehe…

Sebenernya masih banyak lokasi yang harus dikunjungi di Sabang ini, tapi keterbatasan waktu akhirnya pilihan berikutnya adalah mengunjungi Taman Laut Pulau Rubiah (Iboih). Pantai yang jernih ini memiliki keindahan dari kekayaan keberagaman lautnya yang mempesona, ga jarang banyak yang bilang kalau pantai Iboih ini adalah saingannya Taman Laut Bunaken di Sulawesi. Sudah pasti karena keindahan pantai dan biota lautnya, pantai Iboih ini jadi surga buat para diver.

Banyak orang yang berkunjung ke pantai Iboih memang untuk menikmati pesona keindahan bawah lautnya, bagi yang seneng nyelam, di lokasi ini tersedia penyewaan perlengkapan untuk menyelam, bahkan ada lokasi khusus bagi para penyelam yang sudah pro. Tapi bagi yang ga bisa nyelam, tinggal sewa kapal aja (kalo ga salah sih biayanya 400 rb/kapal/trip…kapalnya sendiri bisa muat 10 orang) buat keliling pulau Rubiah sambil menikmati jendela di dasar kapal untuk menikmati keindahan bawah lautnya.

Pantai ini cukup populer buat wisatawan asing, terlihat dari cukup banyaknya bule keliaran di tepi pantai, bungalow (yang menghadap ke pantai) dan yang sedang snorkeling. Fasilitas yang tersedia disini pun cukup komplit, penyewaan alat selam dan perahu telah tersedia, penginapan dan warung makan pun tidak sulit dicari.

Pada tahun 2004, pantai Iboih ini pun tidak luput dari terjangan gelombang tsunami, meski tidak separah apa yang menimpa Banda Aceh.

ditempuh pada : 2010

120 menit di Pantai Santolo

Garut Selatan Photo Expedition I
Pantai Santolo, Pameungpeuk

Sekuel 2 dari perjalanan Garut Selatan ke pantai Santolo ini hanya singgah (jadi ga berlama-lama), pantai ini sebenernya bersebrangan dengan pantai Sayang Heulang, Pameungpeuk, paling cuman butuh waktu 10 menit jalan kaki + nyebrang muara, atau lebih lama lagi (20 menit) kalo keluar lewat jalan utama pakai kendaraan, melewati Lapan tempat peluncuran roket yang emang berada di Pameungpeuk ini.

Pantai Santolo ini cenderung lebih ramai karena jadi lalu lintas nelayan daerah selatan, ditambah dengan adanya TPI (Tempat Pelelangan Ikan), disaat-saat tertentu pantai Santolo ini ramai oleh para nelayan yang langsung menjual hasil tangkapannya dan para pembeli di TPI ini.

Meski begitu, pantai Santolo ini bukan berarti ga indah..pasir putihnya membentang sepanjang garis pantai, belum lagi pengunjung bisa sewa perahu buat sekedar menikmati alam pantai Santolo lebih akrab dengan berlayar sedikit ke tengah pantai. Fasilitas umum pun cukup komplit, jadi urusan logistik dan akomodasi tampaknya ga perlu kuatir…tersedia cukup memadai.

Buat yang seneng hunting landscape dan human interest photo mungkin disini cukup memadai ya, karena selain pemandangan yang cukup indah, banyak objek human interest yang bisa bikin betah mengarahkan kamera ke para nelayan dan aktifitas pelelangan ikan. Bila cuaca bagus, siap-siap aja buat dapetin sunset dramatis dengan foreground siluet para kapal nelayan.

ditempuh : 25 Juni 2011, bersama Photology Eksplore Bandung

Hamparan Karang di Cilaut Eureun -Sayang Heulang-

Garut Selatan Photo Expedition I
Pantai Sayang Heulang, Pameungpeuk

Sebuah rangkaian perjalanan telah ditetapkan, hari itu tanggal 24 di bulan Juni 2011 saya akan meluncur dengan tujuan Pameungpeuk Garut Selatan, tepatnya ke pantai Sayang Heulang – pantai Santolo dan pantai Sancang. Pikiran, hati dan adrenalin saya telah pergi duluan ke lokasi2 tersebut, jauh hari sebelum tanggal keberangkatan tiba.

Durasi 3 hari itu bener2 membuat saya cukup gelisah bercampur bahagia, terbayang sebuah petualangan yang eksotis telah menanti di depan mata, pikiran saya udah sibuk mencoba memvisualisasikan apa yang akan ditangkap oleh kamera saya….hmmm..si Canon 30D ini akhirnya kembali ikut serta dalam penjelajahan kecil (backpacking) yang akan saya tempuh ke lokasi yang telah sering saya dengar, hanya saja belum bertemu waktu yang tepat untuk pergi menghampirinya.

Perjalanan 6 jam itu emang ada sedikit kendala, tapi keinginan yang telah begitu kuat membuat kendala itu berasa tak berarti. Malam saya berangkat dari Bandung, melewati kota Garut yang telah pulas tertidur dan Gunung Gelap yang semakin gelap. Sebelum memasuki daerah Gunung Gelap, dalam keadaan malam yang kian larut, satu suguhan keindahan terhampar dan ‘memaksa’ untuk berhenti sejenak dan mengarahkan kamera ke atas langit malam yang jernih dan dipenuhi oleh bintang berharap dapat merekam star trail di atas perkebunan teh Cikajang….bbrrrr…dinginnya cukup bikin kaca mobil berembun luar-dalam dan bikin jaket yang tadinya masih terbuka langsung dikancingkan rapat.

Tak berlama-lama di lokasi perkebunan, perjalanan langsung diteruskan menuju Pameungpeuk. Memasuki daerah Cisompet sampai dengan Pameungpeuk, jalanan yang tadinya mulus berubah menjadi berlubang dan bergelombang (mentang2 mau memasuki daerah pantai, jalannya pun ikut bergelombang :D).

Persis adzan subuh akhirnya perjalanan panjang itu berakhir di bibir pantai Sayang Heulang, masih ada waktu sejenak untuk pejamkan mata dan meluruskan badan yang dari tadi terus tergoncang-goncang akibat buruknya jalan menuju Pameungpeuk. Setelah shalat subuh dan semburat pagi telah mulai muncul, persiapan untuk hunting foto di pantai Sayang Heulang pun dimulai.

Setelah muncul cahaya pagi, panorama indah pantai Sayang Heulang langsung memanjakan mata dan lensa….hehehe…pantai ini juga dikenal dengan sebutan “Cilaut Eureun”, dalam bahasa Indonesia artinya “Air laut yang berhenti”, maksudnya ‘berhenti’ mungkin karena hamparan karang yang luas dan panjang sampai ke tengah laut dimana ombak besar samudra Hindia pecah di tengah menghantam karang, dan air laut hanya sedikit memasuki bibir pantai melalui hamparan karang, dan itupun dangkal, paling setinggi mata kaki (kalau lagi surut), jadi orang2 bisa pergi jalan ke tengah pantai untuk berhadapan dengan ombak yang pecah menghantam karang. Kalau dilihat sepintas sih, seakan-akan berjalan mengapung diatas air…..keren!!

Meski pantai Sayang Heulang ini punya karakter yang unik, tapi relatif masih sepi dari pengunjung dibanding pantai Pangandaran, padahal secara waktu tempuh (dari Bandung) relatif lebih sebentar ketimbang ke Pangandaran, hanya saja di pantai Sayang Heulang ini pengunjung tidak bisa berenang, paling hanya bermain air dan menikmati keindahan pantai dan hamparan batu karang yang luas. Bahkan di in season liburan aja hanya beberapa orang dan sedikit rombongan (itupun rombongan sekitaran Garut) yang datang ke pantai ini.

Selain hamparan karang yang luas, kita bisa mengunjungi pulau yang dihubungkan oleh jembatan gantung dari bibir pantai. Pulau ini mempunyai dua muka, ke pantai Sayang Heulang yang berbatu dan ke pantai Santolo yang berpasir putih.

Menuju pantai Santolo dari pantai Sayang Heulang ini memakan waktu paling lama 10 menit bila menyusur pantai, paling nyebrang muara pake perahu nelayan (getek) dan langsung sampai ke lokasi berlabuhnya para perahu nelayan di muara pantai Santolo yang berdekatan dengan lokasi TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Santolo yang menyediakan beragam jenis ikan laut, dari yang kecil sampai yang besar…siapa tau ada yang berminat untuk bikin barbaque ikan pari??? 😀

ditempuh : 25 Juni 2011, bersama Photology Eksplore Bandung

Mamuju, sebuah perjalanan yang Terbayar!

Menempuh perjalanan darat dari Makassar dan Mamuju (sebuah ibukota propinsi baru yaitu Sulawesi Barat) seperti perjalanan dari Bandung ke Surabaya, berangkat jam 7 malem dari Makassar melewati kota Majene (itu lho daerah yang tempat jatuhnya pesawat Adam Air yang ga pernah ketemu itu), nyaris 50%nya menyusuri pantai, cape banget. Mana bisnya bisa dijejali melebihi kapasitasnya, waktu istirahatnya pun bisa dibilang sebentar banget.

Kota Mamuju ini sendiri bisa dibilang kota yang relatif kecil untuk menjadi sebuah ibukota propinsi, mungkin segede Garut tapi masih lebih sepi lagi, tapi kalo ke arah pelabuhan sih rame. Letaknya persis di pinggi pantai, penduduknya juga ramah dan ada pulau yang cukup eksotis hanya 25 menit perjalanan pake perahu, namanya pulau Karampuang.

Setelah sampe jam 6.30 pagi di mamuju, istirahat dan sebagainya..sorenya ga saya sia-sia-in buat langsung menuju pantai Mamuju yang persis berada di kawasan rumah adat/khas Mamuju buat siap-siap hunting foto (tadinya sih mau survey doang) sunset…dan ternyata…sunsetnya dahsyat!!

Besoknya berangkat menuju kali Mamuju di kawasan tingginya, sebuah sungai yang luar biasa, jernih dan indah (cukup lumayan gede). Kali Mamuju ini memang salah satu tujuan wisata masyarakat sekitarnya dan langsung bermuara di pantai Mamuju. Di sekitar kali Mamuju ini banyak banget pohon duren/durian…hhhhhh…sayang…pas dateng belon saatnya panen, padahal, kata orang sana, kalo lagi panen, itu buah durian banyak dijual di sepanjang jalan menuju sungai mamuju dengan harga perbuah hanya 2.000-5.000 rupiah saja!!!

Dekat lokasi kali Mamuju, naik ke kawasan atasnya ada daerah namanya Kelapa Tujuh, dari sini semua kota Mamuju bisa diliat dari ujung ke ujung termasuk pelabuhan Mamuju dan pulau Karampuang….keren banget!!!!

Yap, sebuah perjalanan melelahkan yang terbayar!!!

via Makassar ke Bili-Bili

Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan, sebuah kota besar di Indonesia Timur, terkenal dengan bangsa bugisnya dan punya sejarah perlawanan pada penjajah yang kuat dan juga punya sejarah monarki kerajaan Gowa yang terkenal, salah satu pusat penyebaran agama Islam nusantara.

Setelah pembicaraan dan persiapan yang cukup singkat, pada Desember 2008 itu akhirnya pergi juga menuju kota “Anging Mamiri”, perjalanan yang cukup melelahkan, dari Bandung jam 3 siang menuju bandara Soekarno Hatta Jakarta, meeting point ketemu team yang lain di bandara dan persiapan. Penerbangan jam 7 malem sampe bandara Sultan Hassanudin jam 9 malem.

Ga berlama-lama di Makassar, kita berangkat menuju base camp di desa Parang loe,Bili-bili. Kurang lebih 1 jam dari kota Makassar lewat Sunggu minasa Gowa, sampe lah kita di desa Parang loe, Bili-bili. Daerah Bili-bili ini terkenal dengan adanya danau bendungan Bili-bili (kurang lebih seluas danau bendungan Cirata Jawa Barat). Yang pasti, rambutan dari daerah ini terkenal enak dan renyah.

Jalur yang melewati Bili-bili ini adalah jalur menuju kawasan wisata Malino yang terletak di kawasan tinggi di bawah kaki gunung Bawakaraeng.

Sementara di kota Makassarnya sendiri lokasi hunting yang dikunjungi ; lapangan Karebosi, lapangan yang terletak di jantung kota Makassar, Pantai Losari, Benteng Rotterdam di pinggir pantai Losari. Karena ga bisa lama-lama di kota Makassarnya, jadi eksplorasi hunting fotonya cuman bentar2 doang dan seadanya…

Senggigi Lombok (oktober 2008)

Lumayan nih ada kesempatan buat pergi ke Lombok, persisnya sih ke pantai Senggigi. Setelah transit beberapa hari di Surabaya dan penerbangan selama 1 jam, akhirnya sampe juga di bandara Selaparang Lombok (yah mirip Bandara Husein Bandung gitu deh kondisinya…) dan langsung menuju Senggigi, tadinya sih pengen pake cidomo (ini varian delman ato andong kalo di pulau Jawa) ke Senggiginya..tapi dipikir-pikir…kasian juga ya kudanya….hehehehehe…

Karena kebayang suasana pantai dan pulau Lombok, dari Bandung udah nyiapin gear buat hunting foto kali ini, kombinasi “3 sekawan”…hehehehe…kamera poket Sony, Canon EOS 30D dan Minolta X700…

Pantainya keren (kayanya di Indonesia ga aneh deh kalo ada pantai keren….), karena bukan peak season liburan, Senggigi ini jadi kerasa sepi, laen kalo di Bali, ga liburan ga hari biasa Bali selalu rame. Jadi kita masih leluasa buat jalan hunting foto. kalo pengen jalan sewa motor/ojeg bisa sewa dengan harga 10 rb ampe 15 rb/12 jam, pake motornya sendiri, jadi bisa jalan kemana-mana (asal tau tujuan dan jalannya).

Hunting foto di pantai sih jelas ga jauh2 dari sunset, nelayan, panorama pantai dan suasana pantai di pagi hari. Tapi bukan berarti mati gaya ga ada objek yang lain kan? minimal bikin foto dengan konsep yang sedikit aneh dan lucu..

Sempet juga hunting ke lokasi namanya Batu Bolong, ini semacam kawasan ritualnya orang Bali yang tinggal di daerah Senggigi situ, masuknya bayar se-rela-nya trus kita musti pake iket kain kuning yang udah disediain ama orang yang jaganya.

Sebenernya ada lokasi yang dikenal dengan nama Gli air dan Gli Trawangan…pulau-pulau ini katanya bagus banget, buat menuju ke situ kita musti nyiapin 400-500 rb/perahu, tapi karena waktu yang juga terbatas (dana juga terbatas…hehehehe) jadinya ga sempet deh pergi ke pulau itu-pulau itu…

Yah namanya juga traveling dadakan, cukuplah buat semacam observasi, jadi kapan-kapan berangkat ke Lombok lagi, minimal udah tau tujuan dan sikonnya…